Blog Kita dalam Massa

Farabi Ferdiansyah
Pegiat ilmu komunikasi praktis. Tertarik dengan dunia kreatif, sastra, jurnalistik, fotografi dan broadcasting!

Rabu, 17 Juni 2009

GOLPUT HARAM YANG IRONI

Hasil keputusan rapat Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menanggapi golongan putih (golput) di padang panjang, salah satun fatwanya adalah “golput haram”, dengan kata lain berdosa terhadap Tuhan jika tidak mempergunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum. Fatwa haram MUI mengenai golput merupakan sebuah gebrakan baru yang sangat baik, dengan orientasi menuju Indonesia sejahtera. Dengan diharamkannya golput, maka masyarakat mau tidak mau harus memilih salah satu calon wakil rakyat pilihannya, walaupun golput merupakan hak mereka juga. Apalagi peran masyrakat yang golput, ini akan memperkeruh nasib ratusan juta masyarakat Indonesia, karena suara yang akan timbul kepermukaan adalah, suara fanatik para kader partai, yang haus akan harta dan tahta, mereka hanya peduli terhadap diri sendiri dan golongan partainya saja. Sesungguhnya orang golput itu intelek dan mengerti apa yang terbaik buat bangsa Indonesia, namum mereka kecewa terhadap para calon wakil rakyat yang hanya bisa mengumbar janji bukan bukti sehingga timbulah sentimen terhadap seluruh partai.

Butuh waktu yang lama MUI dalam menelaah kasus ini dan pertimbangan yang cukup berat, demi meperoleh satu suara yang sangat berarti bagi bangsa Indonesia kelak. Saya khususnya sangat menyambut baik fatwa ini, karena dengan masyarakat diwajibkan untuk memilih wakil rakyat yang akan memimpin Indonesia. sehingga mengurangi keabstainan peran masyarakat intelektual. Kaum intelektual ini sangat dibutuhkan, karena berfungsi untuk menyuarakan nurani rakyat. Lihat peran kaum encyclopaedists menjelang revolusi Perancis, the Fabian Society di Inggris, dan pejuang Indonesia sebelum revolusi Indonesia, menjelang runtuhnya orde lama, muncul kelompok perjuangan baru. Kita harus menyadari, dalam diri kelompok intelektual itu terpendam kekuatan yang sangat dashyat. Pada saat krisis, suatu kultur yang sehat secara moral selalu dapat memobilisasi semua tata nilai dan semangat juang demokrasi

Namun fatwa ini sangat ironi bagi masyarakat Indonesia, karena melihat mayoritas masyarakat Indonesia yang tanpa sadar menganut sitem last word atau kata belakang saja. Seperti iklan dilarang merokok, dengan begitu orang malah akan semakin merokok. Sebab pikiran bawah sadar manusia tidak mengenal kata kata negatif seperti “tidak”, “jangan”, “tidak boleh” atau “dilarang”. Begitu kata negatif tersebut diserap otak, sekian detik, otak kita malah ingin tahu, “apa itu yang dilarang? Seperti apa bentuknya?” Misal ada istri yang cemburu terhadap suaminya, kemudian istri itu ngomong, “Awas ya, ‘Papah dilarang deketin Marni lagi’!” Apa yang akan terjadi?? Spontan sang suami akan teringat wajah Marni. Sehingga suami akan terus terbayang dan semakin mendekati Marni. Inilah cara kerja otak yang tanpa kita sadari. Dan inilah yang menjawab mengapa iklan rokok atau iklan yang menggunakan kata negatif sangat laku di Indonesia.

Sehingga dengan dibuatnya fatwa golput haram, maka tanpa sadar masyarakat akan menolak fatwa tersebut dan condong ke arah golput, karena mengikuti kata golput di akhir kalimat. Belum lagi tabiat masyarakat Indonesia yang tanpa sadar menganut hukum Pavlov atau ikut-ikutan, sehingga makin banyak masyrakat yang tidak menggunakan hak pilihnya, saya yakin pemilu 2009 akan meningkat golongan putihnya.

Untuk mengatasi hal ini, MUI seharusnya tidak menggunakan kata haram, atau kata negatif lainnya dalam fatwanya. Seharusnya fatwa tersebut diganti kalimatnya menjadi, “wajib memilih”. Sehingga tanpa sadar cara kerja otak akan condong untuk memilih. Tinggal bagaimana melakukan sosialisasi yang kuat agar masyarakat mengerti, betapa berharganya satu suara dalam menentukan nasib ratusan juta warga Indonesia.