Blog Kita dalam Massa

Farabi Ferdiansyah
Pegiat ilmu komunikasi praktis. Tertarik dengan dunia kreatif, sastra, jurnalistik, fotografi dan broadcasting!

Kamis, 13 Desember 2012

SUSI New Media in Journalism

Kejar dan tangkap program beasiswa short course, Study of the US Institute (SUSI) for Leadership Student on New Media in Journalism, di Amerika Serikat. Program tersebut akan berlansung selama 5 Minggu di negeri Paman Sam. Program ini akan diikuti dari 3 negara dari Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia dan Filipina.

Pengalaman saya, program ini menyajikan pengetahuan mengenai Media, Jurnalis, American law and history serta leadership. Selama 4minggu, para peserta akan menjalani perkuliahan secara intensif di salah satu universitas terkemuka di Amerika (tahun lalu Ball State University, dan semoga tahun ini Ball State menjadi host university, lagi). Dan 1 minggu terakhir, peserta akan melakukan study tour ke beberapa media besar di USA, seperti New York Times, dan lainnya.

Tidak hanya sebatas itu, dalam waktu yang singkat tersebut, para delegasi dari tiap tiap negara diberikan kesempatan untuk memperkanlkan budayanya melalui ajang internasional Cultural Performance and Cultural Exhibition.

Tunggu apa lagi, segera apply beasiswa bergensi ini!
Sila kirim email permohonan form ke para alumni SUSI New Media in Journalism 2012!

Jumat, 07 Desember 2012

Museum Interaktif Conner Praire

Menilik video warung VOA (Voice of Ameica) Indonesia berjudul “Apresiasi Sejarah di Amerika” (19/11) mengenai Renaissance abad pertengahan di Annpolis, Maryland, mengingatkan aku pada museum interaktif Conner Praire di Indiana. Ya, Conner Praire bukanlah museum seperti museum pada umumnya, melainkan museum interaktif yang memanjakan para pengunjunganya dengan atmosfir abad pertengahan, yang terjadi pada momentum Civil War di Amerika.


Awalnya aku mengira Conner Praire seperti museum Iptek (Ilmu pengetahuan dan teknologi) yang ada di indonesia. Berteknologi tinggi, yang apabila ditekan tombol X akan muncul Y. Bisa bersepeda di atas seutas tali, dengan memberikan beban pada bawah sepeda. Atau ketika berkaca pada suatu kaca khusus, maka bayangan kita ada tiga atau lebih. Tidak, museum interaktif Conner Praire bukan seperti itu, bahkan lebih canggih dari sekedar teknologi.

Berbekal tiket masuk seharga 15 dolar Amerika (16/07) untuk orang dewasa, kita bisa terjun langsung dalam peperangan Civil War di Amerika. Perang saudara antara Amerika Selatan dan Amerika Utara antara tahun 1861-1865. Di museum tersebut, kita bisa melihat berbagai arsitektur, infrastuktur, kostum imajinatif, hingga gelas zaman dahulu, kala Civil War.


Di museum Conner Praire, kita seperti berada di tengah peperangan. Mendengar deru desingan peluru,seakan-akan peluru melewati telinga, dan ledakan yang memecah telinga. ‘Brak’ peluru mengenai rak kayu, rak tersebut hilang keseimbangan dan menjatuhkan segala benda yang ada. Aku pun menunduk seraya menutup kuping dan mata terpejam, dengan kepanikan disertai dentuman detak jantung yang berdetak lebih cepat.

Itu benar terjadi, Boi! Aku menunduk sambil menutup kuping, bahkan temanku yang perwakannya tinggi besar, berteriak “tiarap!” karena reflek mendengar desingan peluru, dan ledakan suara bom, disertai benda-benda yang jatuh di sekitar kami. Kami sama sekali tidak tahu akan terjadi hal seperti itu.

Kami masuk ke dalam ruangan yang dijaga oleh seorang remaja lekaki yang berkemeja putih, berompi kulit, dengan menghunus senapan laras panjang zaman dahulu. Ketika masuk, nampak terlihat sepasang suami istri yang berbicara dengan topik yang aku tidak mengerti. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Entah mereka ngelantur, atau mereka sedang mencaci maki aku dengan aksen yang tidak aku ketahui.

Perawakan lelaki putih dan sedikit tambun itu, nampaknya sedang mabuk. Dia berbicara dengan gestur tubuh sempoyongan, tangan kirinya siap dengan senjata laras panjang, dan sesekali tangan kanannya memegang tempat minum yang terbuat dari kulit binatang. Si wanita nampaknya sedang bersedih, sambil memegang beberapa kain. Dia menyapa kami dengan hening, hanya berbicara kepada sosok lelaki tambun tersebut, sambil menunduk.


Belakangan, aku tahu bahwa mereka sedang membicarakan topik tentang masa lalu, dan nasib mereka yang terjebak dalam ruangan di zaman perang Civil War. Mereka sengaja seperti itu, agar kami terpancing, dan merasakan atmosfir ketika terjebak di dalam ruangan saat perang berkecamuk.

Show time. Munculah gambar gambar yang ada disekitar. Aku tidak memerhatikan gambar yang tersaji di dinding dan kaca ruangan, melainkan mencari darimana munculnya gambar. "Canggih!" ucapku takjub. Muncul wajah-wajah dalam jendela, kuda-kuda berlari di sekitar, hingga pada suatu momentum si lelaki tersebut berteriak, peluru berdesingan, hingga benda-benda di sekitar jatuh.

Ya, mereka telah sukses membuat kami histeris dan merasakan ketegangan ketika rumah yang kami tempati ditembaki pada masa Civil War. Bahkan ada tempat di mana kita seperti benar-benar masuk ke dalam lokasi peperangan, dengan ending suara meriam yang ditembakkan dan menebus (berlubang) salah satu dindingnya.

Itu merupakan salah satu pertunjukkan yang ada di komplek museum Conner Praire yang telah mendapat pengharggan National Medal for Museum and Library Service ini. Zamzami, mahasiswa Indonesia yang berkesempatan mengunjungi Conner Praire pun takjub. Menurutnya, semua seperti nyata.


Ada camp para pejuang, ada jembatan merah yang terkenal pada Civil War, sekolah, toko, para pengrajin besi, para petani, peternak zaman dahulu, hingga camp suku Indian. Uniknya apa yang tersaji di komplek museum Conner Praire, mengulas dan kembali ke masa lalu, hingga ada beberapa volenteer dan staff yang meragakan permainan tradisional Amerika kepada pengunjung, khususnya anak-anak.

I remember the class in Conner Prairie. The girl who taught us about the old Math. that's the example. furthermore they wore costumes similar with the past and also have arranged the class,” Ucap Dikara salah satu penggunjung Conner Praire.


Mungkin saat kita pertama kali masuk, terasa aneh. Disuguhi dengan suasana zaman dahulu, dengan perawakan dan kostum yang tak biasa kita lihat. Namun, jika kita jeli, ternyata apa yang tersaji dari awal hingga kita sampai akhir. Itu merupakan satu kesatuan cerita epik yang terjadi dimasa lalu, tepatnya masa Civil War.

“Aku terkesan banget sama museum ini. Ini museum terhebat yang pernah aku liat,” ucap Shere salah satu penggunjung asal Indonesia.

Ya, Civil War merupakan tragedi bersejarah Amerika, yang memakan banyak korban dari warga Amerika itu sendiri. Tapi pasca perang tersebut, munculah United States of Amerika (USA) sesungguhnya, muncullah persatuan, kesatuan. Muncul keputusan persamaan hak, kebebasan, dan human rights.


Apresiasi terhadap sejarah seperti inilah yang membuat warga Amerika sangat mencintai negaranya. Sebab pengenalan budaya dan sejarah kepada mereka begitu unik, sehingga menarik minat masyarakat untuk belajar sejarah, dan mencitai bangsanya. Inilah yang membut para junior Americans (anak-anak Amerika) memiliki nilai nasionalisme yang tinggi, sebab pengenalan budaya dan sejarah Amerika dimulai sejak dini, dan sangat kreatif.

Tentunya hal ini menjadi stimulus bagi kita dan pemerintah, untuk membumikan museum. Mengkampanyekan kunjungan ke museum dan mengkonsepkan museum agar tidak membosankan. Dengan begitu, anak-anak tunas bangsa Indonesia akan lebih mengenal, menghargai, dan mengapresiasi sejarahnya. Sebab, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya.

Foto by: Farabi Ferdiansyah

Minggu, 02 September 2012

Asia Journalism Fellowship for Asian Countries Students at Nanyang Technological University, Singapore Read more: 2013 Asia Journalism Fellowship for Asian Countries Students at Nanyang Technological University, Singapore : 2012 2013

Research Fellowship in Journalism at Wee Kim Wee School of Communication and Information, Nanyang Technological University, Singapore 2013

Study Subject(s):Journalism
Course Level:Research
Scholarship Provider: Temasek Foundation and Nanyang Technological University in Singapore
Scholarship can be taken at: Singapore

Eligibility:
-Applicants should have at least five years of full-time working experience as journalists (not including as student journalists) and possess potential for leadership and management within the profession or organisation.
-Applicants should be residing in Asia. Preference is given to those working for Asian media organisations.
-Applicants can be working in any medium — print, radio, television or online. Journalists working in non-English media are welcome to apply, but must show proficiency in English through a telephone interview, as English is the working language of the programme.
-Applications from journalists in full-time positions must be accompanied by a letter of support from employers, stating that the applicant would be released for the full period of the fellowship, from 25 February 2013 to 17 May 2013.
-Freelancers are welcome to apply if they are primarily engaged in news or current affairs journalism.

Scholarship Open for International Students: Yes

Scholarship Open for Students of Following Countries: Asian Countries

Scholarship Description: The Wee Kim Wee School of Communication and Information is one of the leading schools of its kind in Asia. It has an enrollment of around 1,000 undergraduate and postgraduate students in fields such as journalism, public relations and knowledge management. Its more than 40 full-time faculty are engaged in diverse research, ranging from media law and censorship, public opinion and health communication, to video game culture and Asian film.

What it Covers: Fellows will be provided a stipend of S$1,500 per month for the duration of the three month programme. Travel to and from Singapore will also be covered. No extra funding is allocated for Fellows who bring their spouse and children.
Accommodation Free accommodation is provided in service apartments. Two or three Fellows share one apartment, which has a kitchen for you to cook meals. The complex has leisure facilities such as a swimming pool and tennis courts.

How to Apply: Post

Scholarship Application Deadline: 12 October 2012

More info: Fellowship Journalism
http://scholarship-positions.com/2013-asia-journalism-fellowship-for-asian-countries-students-at-nanyang-technological-university-singapore/2012/08/25/

Jumat, 31 Agustus 2012

Apresiasi Kota Seni Fisip UI

Di bawah ini adalah karya-karya sastra yang lolos seleksi dan dipamerkan dalam perhelatan Kota Seni Fisip UI, Kampus UI Depok, yang memamerkan Foto, Video, Mural, Foto, Sasta, Ilustrasi, Lukis:



sastra: KARYA SASTRA LOLOS SELEKSI

1. Awal seorang penyair- alfi Syahriani

2. Soulchip (cerpen)- gilang satria perdana

3. Rasa sopir angkot (flashfiction)- gilang satria perdana

4. Presiden (cerpen)- alfi syahriani

5. Setahun yang beda- siti zulaikhah

6. Pahlawan penamu lebih tajam dari pedang (essai)-alfi syahriani

7. Hanya karena (prosa)- putri estiani

8. Syrup dan tanteku (cerpen)- siti zulaikhah

9. Catasthrope (cerpen) – alfi syahriani

10. Akulah si tanpa nama(cerpen)- Cecilia gandes

11. Bapakkku sekarang sangat pendiam (cerpen)- Cecilia gandes

12. Mamaku yang bodoh (cerpen) –cecilia gandes

13. Sejuta impian kan ku gapai (cerpen)- gladistia putrid

14. Naïf (puisi)- Dave

15. SMA (puisi) – dave effendi

16. Kaulah seni (puisi) – teguh pribadi

17. Ikrar yang merdeka (puisi)- kristo baskoro

18. Tawa (puisi) – dave effendi

19. Memang salah, salah memang (puisi) patresia putrid

20. Purnama yang tidak lagi sempurna (prosa) – nanda marifani . S

21. Izinkan ku genggam hatimu sahabatku (prosa) – nanda marifani. S

22. Apa siapa (puisi) –rombe nuryanto

23. Berteriak memanggil namamu (sastra profetik) – farabi ferdiansyah

24. Hati (puisi)- farabi ferdiansyah

25. Kutunggu kau di kaki langit (puisi) – farabi ferdiansyah

26. Galau (puisi)- dave effendi

27. Cermin pertiwi (puisi) – nurjanah (anna noor)

28. Semata cahaya 1 (puisi) –nurjannah (anna nor)

29. Matahari (puisi) – sigit jaya herlambang

30. Semata cahaya 2 (puisi) nurjannah (anna nor)

31. Kinanti srikandi (puisi) – rombe nuryanto

32. Derita pahlawan devisa (puisi) – betania gian . R

33. Ibu pertiwi (puisi) – betania gian. R

34. Kepada tuan (puisi) – sri mulyati

35. Ketika langit berapi api (puisi) - hadi kurniawan

36. (jangan) pergi (lah) dariku –(puisi) – hadi kurniawan



Info lebih lanjut : Saras 08151612116
Sumber: Kota Seni Fisip UI

Minggu, 01 Juli 2012

2012 SUSI Begins at Ball State


The 2012 SUSI for Student Leaders on New Media in Journalism at Ball State University began Monday with a Welcome Breakfast attended by the SUSI participants from Indonesia, Malaysia and the Philippines, as well as Ball State faculty.

Roger Lavery, dean of the College of Communication, Information and Media, told the students he was honored they were on campus and hoped they would enjoy their time and studies at Ball State.

Classes and workshops for SUSI are based on a “News” curriculum developed jointly by faculty in the Departments of Journalism and Telecommunications that focuses on multi- platform storytelling and new media.

Students also heard remarks by Charles Payne, BSU assistant provost for diversity, who lectured on cultural differences that participants might encounter while in the United States.

The day also included a visit to the Student Recreation and Wellness Center, a walking tour of campus and a group picture at Beneficence, the bronze statue that has symbolized Ball State since the statue’s completion in 1937.
Source: http://summerpgm2.wordpress.com/2012/06/26/2012-susi-begins-at-ball-state/

Rabu, 09 Mei 2012

Tentang Tuhan Yang Maha Penyemburu

*Sebuah refleksi sastra profetik


Terkadang aku terlalu egois dengan Tuhan. Aku ingin memiliki Tuhan seorang diri, bercengkrama dan intim bersamaNya. Entah mengapa, aku ingin memilikinya seorang diri. Aku takut ada orang lain yang mengambil Tuhanku, dan mendapatkan dekapan hangat cintaNya.

Kuakui dialah Sang Pemilik Alam. Dia untuk seluruh makluk hidup, karena cintaNya mampu menghidupkan seisi bumi ini. Akh, terlalu naif dan egois sekali atas diriku jika selalu ingin intim denganNya. Padahal dengan saling berbagi dan berjalan bersama untuk meraih lamaran cintaNya itu merupakan hal yang sangat indah.

Ya, akupun frustasi dengan keegoisanku ini, frustasi untuk menjaga kemurnian cintaku kepadaNya. Sebagai makluk yang durjana ini, acapkali menyepelekan panggilan sayang dariNya. Selalu mengendap menjauh dan mendekati sesuatu yang membuatnya murka. Hufh, bar-barnya aku.

Betapa IndahNya Dia. Bukannya memutuskan cintaku dan menghujam diriku, membisikkan surga untuk menjauhi diriku dan meloby neraka untuk menempatkan diriku. Tapi Dia malah semakin memeluk erat diriku. Disaat aku berusaha menjauh, Dialah yang berusaha meyakiniku untuk tetap disisiNya. Perlahan ku tahu, Dialah Sang Maha Penyemburu.

Rasulullah Saw, Bersabda: “Tiada siapapun yang lebih penyemburu dari Allah, karena itulah Dia (Swt) melarang perbuatan jahat, yang terang terangan atau yang tersembunyi dan tiada siapapun yang lebih suka dipuji, selain Allah, oleh sebab itulah dia (Swt) memuji Dzat-Nya sendiri)” (Shahih Bukhari)

Ya, Dia menciptakan Neraka dan Dosa, merupakan refleksi atas cemburunya Ia kepada mereka yang berusaha menjauh. Dia menciptakan Dosa dan Neraka agar para pencintaNya tidak melakukan itu, walaupun sifatya abstrakis. Tentu karena ia tidak mau menunjukkan betapa cemburunya Dia kepada mahkluknya. Tapi Dia pun juga memberikan tempat yang layak kepada mereka yang tulus mencintainya, yakni Surga. Ya, nampaknya 99 (sembilan puluh sembilan) aji pamungkas namanya tidak akan sanggup melukiskan keindahan diriNya.

Terkadang dosalah yang membuat kita semakin dekat dengan Tuhan, Allah sengaja memberikan kita dosa/keterpurukan agar kita kembali dekat denganNya! Janganlah ktia malah semakin menjauh, tapi kembalilah kepada sambutan hangat pelukan CintaNya” #FF #Sufism

Selasa, 08 Mei 2012

Komunitas Para Pecinta Rasulullah: Majelis Rasulullah SAW



Malu rasanya aku untuk menuliskan ini. Tapi jujur aku bangga berada disisi mereka, bangga memegang bendera Majelis Rasulullah, ya walaupun kadang karung dosa ini tak layak menganggap dirinya bagian dari komunitas pecinta para Rasulullah. Aku tidak suci, aku kotor, dan aku labil. Tapi aku butuh asupan spiritual itu. Butuh untuk menyetarakan kehidupan dunia dan akhirat yang penuh godaan ini. Kebutuhan itulah yang tidak menyurutkan aku, si Pendosa untuk berusaha kembali menyambut lamaran cintaNya.

Haru dan salut untuk guru kami Al Habib Munzir Al Musawa yang telah mempertemukan segala golongan (dari yang terkecil hingga strata tertinggi) berkumpul dalam naungan cinta kepada Allah dan Rasul-nya. Sosok semangat guru yang arif, zuhud, tawadhu, dan sastrawi inilah yang membuat kami bersatu untuk menyokongnya.

Suara sumbang tentang Majelis Rasulullah pun acapkali terdengar. Tapi toh, komunitas ini tetap berdiri tegak. Hey Dude, kalian yang tidak pernah merasakan gemuruh MR, dewasalah, janganlah pandang kami sebelah mata. Biang macet-lah, bid’ah, ugal ugalan, anarkis, dan tidak logis. Siapa bilang anggota majelis kesemuanya anak labil dan ingin sok-sokan. Hadeuuhhh

Rasuki, dan rasakan atmosfirnya, you’ll get some sufism in there! Dan, disinilah kau akan merasakan persaudaraan yang terikat erat karena cinta kepada Allah dan Rasul-nya. Pernah, aku melihat sosok lelaki paruh baya, dengan memakai kaca mata tebal, dan dengan perawakan yang tidak seperti yang lainnya. Setiap minggu, aku hampir bertemu dengannya, kulihat, beliau begitu arif dan supel. Kepada siapapun dia menyapa. Dan akupun berfikir, siapa dia?

Jawabannya kutemui saat aku berkunjung ke wilayah Kuningan, Mampang. Kulihat dengan seksama ia sedang membawa beberapa koran, dan menjajakannya dari pintu ke pintu. Aih, aku pun merasa haru bangga, ternyata sosok yang selalu kuperhatikan (bahkan sampai aku candid untuk memotretnya) adalah seorang kakek (mungkin) yang berprofesi sebagai penjaja koran. Aku terharu, karena diusianya yang renta dan berjalan menyeret pelan, tapi ia sangat bersemangat untuk menghadiri undangan Sang Illahi.


Di sisi lain, selain orang hebat itu, aku pun juga menemukan orang hebat lainnya dalam naungan yang katanya berisi orang orang yang sok-sokan. Kuulangi, banyak orang hebat didalamnya. Siapa sangka perkumpulan yang katanya selalu membuat macet acapkali diisi pelaku pengangguran yang tidak punya kerjaan. Tahukah kalian, banyak sekali jamaah yang datang masih berpakaian kerja. Para eksekutif muda itu menyempatkan dirinya setelah kerja untuk merasakan kenikmatan spiritual yang ada di dalamnya. Ya, mereka pun ahli dari berbagai disiplin ilmu (Pendidikan, Finance, Perpajakan, Komunikasi, Teknik Sipil, Teknisi, IT, Design, Ekonomi, Pekerja seni, Aktivis, dll), paham teknologi, dan banyak mahasiswa/lulusan dari berbagai perguruan tinggi berpotensial (UI, UGM, STAN, UNJ, UIN, PNJ, Gundar, Interstudy, YAI, Binus, dll). Siapa sangka majelis yang katanya selalu meresahkan itu sering dikunjungi Presiden, mentri ataupun pejabat negeri ini untuk memenuhi undangan Sang Illahi.


Belum lagi para jamaahnya bersatu untuk memperbaiki citra majelis taklim dengan mengkampanyekan menggunakan helm, safety riding saat berkendara. Salah satu jamaahnya pun ada yang sedang merumput title S3 di Harvard University, USA. Dan, sempat professor dari Jepang yang ikut menyemarakkan keberagaman di dalam naungan Komunitas Para Pecinta Rasulullah ini. Jamaah MR jumlahnya jutaan, tersebar hingga ke pelosok Papua, Malaysia dan Singapura.


Bukan untuk membanggakan yang berlebihan, tapi tulisan ini dibuat untuk menyeimbangi suara sumbang yang terus mengernyitkan dahi kami. Hingga terkadang banyak para jamaah yang sengaja menutupi bahwa mereka jamaah MR, karena takut dicap yang tidak-tidak, atau dipecat dari pekerjaannya.


Terkadang dosalah yang membuat kita semakin dekat dengan Tuhan, Allah sengaja memberikan kita dosa/keterpurukan agar kita kembali dekat denganNya! Janganlah ktia malah semakin menjauh, tapi kembalilah kepada sambutan hangat pelukan CintaNya! Karena dialah Sang Maha Penyemburu!” #FF #Sufism

Rabu, 11 April 2012



By@Photography merupakan pelopor konsep Islamic Photography di Indonesia, mungkin di dunia. Sejak kemunculannya pertengahan tahun (Juni) 2009, By@Photography berusaha mengembangkan foto yang mengandung unsur positif, kritik sosial budaya dan human interest. Maka kami pun berusaha mengembangkan konsep foto tersebut menjadi kesatuan yang epik. Yang dapat memberikan stimulus positif bagi masyarakatnya.

Foto yang baik tentunya akan menimbulkan hal yang baik. Misalnya, foto para Sahabat Nabi, para ulama, ataupun tempat ibadah (Mekah, dll) yang apabila melihat foto tersebut, merasa sejuk ataupun meningkatkan gairah keimanan. Maka foto tersebut membawa kebaikan, begitu pun dengan fotografernya, insya Allah akan mendapatkan pahala.

Namun, modernisasi seperti ini, banyak kalangan yang merasa enggan dengan Islam, karena melulu menyoalkan masalah teroris, jihad dan hijab. Tentunya padangan seperti itu akan menjauhkan eksistensi Islam pada umumnya. Selain itu, banyak kalangan yang sinis terhadap seni. Karena dianggap selalu bertentangan dengan nilai agama.
Saat dunia berlari, kita masih sibuk mengecangkan ikat pinggang. Saat dunia sudah berikir kreatif, kita masih berfikir konservatif. Saat dunia mulai diguncang, kita masih debat kusir antara jihad dan teroris. Saat dunia mulai terbang dengan pesawat, kita masih memperdebatkan cara membuat pesawat kertas yang baik! Hey, Dude, come on sudah saatnya kita tidak lagi debat kusir yang tentunya akan membawa kita kedalam posisi statis dan jatuh dramatis!

Akh, kami pun merasa resah dengan munculnya argumtasi argumentasi seperti itu. Karena tentunya hal itu akan mendeskreditkan Islam. Dan menjauhkan Islam dari mereka yang ingin dan mau belajar agama rahmatan lil alamin. Saatnya kita berfikir kreatif, bagaimana menjadikan sesuatu yang menarik dan juga bermanfaat bagi kita khususnya, dan bagi masyarakat umumnya. Karenanya kami pun berusaha menjembatani antara unsur Islam, seni, etika dan kehidupan sehari hari. Kami mencari rumusan proporsional yang tentunya tidak mengganggu esesnsi Islam itu sendiri.

Etika! Ya, kami merumuskan Islamic Photography dengan menjunjung tinggi etika. Etika berbicara tentang ‘pantas atau tidak pantas’ kah seseorang dalam mempublikasikan sebuah fotonya. Disinilah kami menemukan rumusan eksentrik yang mampu mengkolaborasikan antara Islam, seni, etika dan kehidupan sehari hari. Dimana keempatnya saling besinergi, tidak saling bersebrangan dan tidak saling menghujam.

Jadi, tidak melulu foto Islam tentang masjid, orang solat, orang berhijab, ibu-ibu pengajian majelis taklim ataupun lainnya. Melainkan kami memotret aktifitas mereka yang ‘baik dan pantas’ yang mampu menyiratkan unsur keislaman, sosial, budaya, kehidupan sehari-hari ataupun unsur sufistik. Kami pun berusaha tidak membatasi Islam yang luas nan begitu indah menjadi seonggok kayu yang dapat dijadikan boomerang.

Kami tahu, wacana Islamic Photography telah muncul telah lama. Tapi kami yakin, hanya By@Photography yang memiliki konsep Islamic Photography seperti ini, yang mampu mengkolaborasikan dan mensinergikan antara Islam, seni, etika dan kegiatan sehari hari. Bukan hanya sebatas words ‘Islam’ saja. Dan bukan berarti objek yang kami abadikan harus serta merta ber-KTP Islam. Kami pun berusaha merangkul ‘Harmony In Diversity’ dengan yang lainnya, merangkul keharmonisan dalam perbedaan. Dan tetap menjunjung tinggi lakum dinukum waliyadin.

Salam Hangat,
Farabi Ferdiansyah


By@Photography
Aby: 0856-9281-6135
Info.by_photography@yahoo.com
FB: By@Photography || Twitter: @By_Photography

Kamis, 19 Januari 2012

Wabah Kleptokrasi, Krisis Moral dan Etika Politik

Suatu warisan yang tak kunjung putus nasabnya dari ke tahun ke tahun untuk Indonesia adalah praktik korupsi.Banyak residu korupsi yang meninggalkan bercak hitam dari tahun ke tahun. Sebut saja kasus Gayus Tambunan yang tidak pernah terungkap big fish-nya, kasus Nazaruddin yang semakin pelik, dan kasus suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Miranda Goeltom yang sudah berjalan lebih dari lima tahun tak kunjung usai. Kasus-kasus tersebut tak kunjung tuntas karena melibatkan para petinggi negeri ini.Banyaknya campur tangan elit politik dan persekongkolan partai politik merupakan refleksi atas nyatanya praktik kleptokrasi di Indonesia.

Ada dua kemungkinan pemicu terjadinya praktik kleptokrasi yang hampir membudaya ini. Pertama, krisis moral dan etika berpolitik yang buruk.Moral biasanya dikaitkan dengan sistem/ nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik.Tentunya untuk memiliki moral baik, seseorang harus memahami ajaran agama yang dianutnya dan tahu betul identitas budayanya. Kedua, etika politik. Etika membantu manusia untuk mengambil sikap, bertindak secara tepat guna dan bermanfaat.

Mengintisarikan pendapat Dr Haryatmoko, etika politik tidak lain upaya mendorong terciptanya kehidupan harmonis antarsesama, bebas dalam membangun institusi yang adil.Bebas di sini dimaksudkan untuk mendorong terciptanya sikap kritis dan menjamin terciptanya democraticliberties,kebebasan berpendapat,kebebasan pers,dan lainnya.

Menurut Paul Ricoeur,etika politik bertujuan untuk kehidupan bersama dan untuk orang lain, dalam rangka lingkup kebebasan, dalam rangka membangun institusi-institusi yang adil (1990). Etika politik bukanlah sarana perjuangan primordialitas, tetapi penjamin kebaikan untuk sesama.

Dengan begitu, etika politik mendorong terciptanya cinta pada sebuah dimensi publik, di mana saling melihat satu sama lain, bukan sebagai musuh, melainkan subjek politik yang setara,guna menciptakan stabilitas politik yang mapan.

Kedua hal ini tentu akan menjadi suatu pekerjaan rumah yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Moral dan etika tidak terbentuk secara instan,tapi membutuhkan suatu proses evolutif, di mana dukungan keluarga, lingkungan, agama, dan budaya saling terkait untuk menciptakan suatu moral dan etika yang mapan.

Dengan memiliki moral dan etika berpolitik yang mapan, seseorang akan mampu membawa pemerintahan ini dengan bijak, adil,dan antikorupsi.

*Tulisan ini dimuat di Koran Seputar Indonesia tanggal 27 Desember 2011.


Farabi Ferdiansyah
Mahasiswa Jurnalistik UIN Jakarta
Peneliti di Komunitas Djuanda,
Pembelajaran media sosial bagi masyarakat Tangerang Selatan

Kamis, 12 Januari 2012

Sajak Revolusi Negeri Autopilot



Singkat saja. Negeri ini layaknya negeri yang tidak ada pemimpin. Jika diibaratkan dengan pesawat, maka pesawat ini dijalankan dengan autopiliot (pengaturan otomatis), artinya tidak ada pilot (pemimpin) yang menjalankan pesawat. Hal ini tentunya sangat membahayakan para penumpang (Rakyat) di dalam pesawat. Sebab, saat adanya badai, ataupun cuaca buruk tidak ada pilot yang dapat mengendalikan pesawat dengan baik. Padahal sekarang ini banyak sekali badai (kasus) yang sedang menerpa pesawat (negara). Ya, hanya tinggal menunggu waktu kapan pesawat itu akan mengalami kejatuhan (crash landing).

Padahal seperti yang dketahui bahwa pesawat (negara) ini ada pilotnya (pemimpin). Tapi, kok seperti (autopilot) tidak ada pemimpin? Beragam badai (kasus) terus berlalu begitu saja,tanpa dihadapi ataupun ditaklukkan. Ya, maka maskapai pemilik pesawat (mahasiswa, stake holder) dan penumpang harus segera melalukan inovasi yakni mendesak pilot untuk melakukan pendaratan darurat. Jika tidak pastinya, pesawat akan mengalami crash landing (terjatuh).

Permasalahannya pilot tersebut nampak tidak sadar bahwa pesawatnya sedang diterpa beragam badai serta cuaca buruk. Padahal, pilihannya hanya dua, pilot tersebut mengundurkan diri, atau adanya gerakan revolusi dari para stake holder (mahasiswa) dan para penumpang (rakyat) untuk menurunkan pilot/pesawat untuk mendarat darurat.

Epilog: Tulisan ini dibuat setelah penulis menonton program acara Sarah Sehan Anak Negeri di Metro TV, yang kali ini mengangkat tema, Selamatkan Negeri Autopilot.