Blog Kita dalam Massa

Farabi Ferdiansyah
Pegiat ilmu komunikasi praktis. Tertarik dengan dunia kreatif, sastra, jurnalistik, fotografi dan broadcasting!

Jumat, 07 Desember 2012

Museum Interaktif Conner Praire

Menilik video warung VOA (Voice of Ameica) Indonesia berjudul “Apresiasi Sejarah di Amerika” (19/11) mengenai Renaissance abad pertengahan di Annpolis, Maryland, mengingatkan aku pada museum interaktif Conner Praire di Indiana. Ya, Conner Praire bukanlah museum seperti museum pada umumnya, melainkan museum interaktif yang memanjakan para pengunjunganya dengan atmosfir abad pertengahan, yang terjadi pada momentum Civil War di Amerika.


Awalnya aku mengira Conner Praire seperti museum Iptek (Ilmu pengetahuan dan teknologi) yang ada di indonesia. Berteknologi tinggi, yang apabila ditekan tombol X akan muncul Y. Bisa bersepeda di atas seutas tali, dengan memberikan beban pada bawah sepeda. Atau ketika berkaca pada suatu kaca khusus, maka bayangan kita ada tiga atau lebih. Tidak, museum interaktif Conner Praire bukan seperti itu, bahkan lebih canggih dari sekedar teknologi.

Berbekal tiket masuk seharga 15 dolar Amerika (16/07) untuk orang dewasa, kita bisa terjun langsung dalam peperangan Civil War di Amerika. Perang saudara antara Amerika Selatan dan Amerika Utara antara tahun 1861-1865. Di museum tersebut, kita bisa melihat berbagai arsitektur, infrastuktur, kostum imajinatif, hingga gelas zaman dahulu, kala Civil War.


Di museum Conner Praire, kita seperti berada di tengah peperangan. Mendengar deru desingan peluru,seakan-akan peluru melewati telinga, dan ledakan yang memecah telinga. ‘Brak’ peluru mengenai rak kayu, rak tersebut hilang keseimbangan dan menjatuhkan segala benda yang ada. Aku pun menunduk seraya menutup kuping dan mata terpejam, dengan kepanikan disertai dentuman detak jantung yang berdetak lebih cepat.

Itu benar terjadi, Boi! Aku menunduk sambil menutup kuping, bahkan temanku yang perwakannya tinggi besar, berteriak “tiarap!” karena reflek mendengar desingan peluru, dan ledakan suara bom, disertai benda-benda yang jatuh di sekitar kami. Kami sama sekali tidak tahu akan terjadi hal seperti itu.

Kami masuk ke dalam ruangan yang dijaga oleh seorang remaja lekaki yang berkemeja putih, berompi kulit, dengan menghunus senapan laras panjang zaman dahulu. Ketika masuk, nampak terlihat sepasang suami istri yang berbicara dengan topik yang aku tidak mengerti. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Entah mereka ngelantur, atau mereka sedang mencaci maki aku dengan aksen yang tidak aku ketahui.

Perawakan lelaki putih dan sedikit tambun itu, nampaknya sedang mabuk. Dia berbicara dengan gestur tubuh sempoyongan, tangan kirinya siap dengan senjata laras panjang, dan sesekali tangan kanannya memegang tempat minum yang terbuat dari kulit binatang. Si wanita nampaknya sedang bersedih, sambil memegang beberapa kain. Dia menyapa kami dengan hening, hanya berbicara kepada sosok lelaki tambun tersebut, sambil menunduk.


Belakangan, aku tahu bahwa mereka sedang membicarakan topik tentang masa lalu, dan nasib mereka yang terjebak dalam ruangan di zaman perang Civil War. Mereka sengaja seperti itu, agar kami terpancing, dan merasakan atmosfir ketika terjebak di dalam ruangan saat perang berkecamuk.

Show time. Munculah gambar gambar yang ada disekitar. Aku tidak memerhatikan gambar yang tersaji di dinding dan kaca ruangan, melainkan mencari darimana munculnya gambar. "Canggih!" ucapku takjub. Muncul wajah-wajah dalam jendela, kuda-kuda berlari di sekitar, hingga pada suatu momentum si lelaki tersebut berteriak, peluru berdesingan, hingga benda-benda di sekitar jatuh.

Ya, mereka telah sukses membuat kami histeris dan merasakan ketegangan ketika rumah yang kami tempati ditembaki pada masa Civil War. Bahkan ada tempat di mana kita seperti benar-benar masuk ke dalam lokasi peperangan, dengan ending suara meriam yang ditembakkan dan menebus (berlubang) salah satu dindingnya.

Itu merupakan salah satu pertunjukkan yang ada di komplek museum Conner Praire yang telah mendapat pengharggan National Medal for Museum and Library Service ini. Zamzami, mahasiswa Indonesia yang berkesempatan mengunjungi Conner Praire pun takjub. Menurutnya, semua seperti nyata.


Ada camp para pejuang, ada jembatan merah yang terkenal pada Civil War, sekolah, toko, para pengrajin besi, para petani, peternak zaman dahulu, hingga camp suku Indian. Uniknya apa yang tersaji di komplek museum Conner Praire, mengulas dan kembali ke masa lalu, hingga ada beberapa volenteer dan staff yang meragakan permainan tradisional Amerika kepada pengunjung, khususnya anak-anak.

I remember the class in Conner Prairie. The girl who taught us about the old Math. that's the example. furthermore they wore costumes similar with the past and also have arranged the class,” Ucap Dikara salah satu penggunjung Conner Praire.


Mungkin saat kita pertama kali masuk, terasa aneh. Disuguhi dengan suasana zaman dahulu, dengan perawakan dan kostum yang tak biasa kita lihat. Namun, jika kita jeli, ternyata apa yang tersaji dari awal hingga kita sampai akhir. Itu merupakan satu kesatuan cerita epik yang terjadi dimasa lalu, tepatnya masa Civil War.

“Aku terkesan banget sama museum ini. Ini museum terhebat yang pernah aku liat,” ucap Shere salah satu penggunjung asal Indonesia.

Ya, Civil War merupakan tragedi bersejarah Amerika, yang memakan banyak korban dari warga Amerika itu sendiri. Tapi pasca perang tersebut, munculah United States of Amerika (USA) sesungguhnya, muncullah persatuan, kesatuan. Muncul keputusan persamaan hak, kebebasan, dan human rights.


Apresiasi terhadap sejarah seperti inilah yang membuat warga Amerika sangat mencintai negaranya. Sebab pengenalan budaya dan sejarah kepada mereka begitu unik, sehingga menarik minat masyarakat untuk belajar sejarah, dan mencitai bangsanya. Inilah yang membut para junior Americans (anak-anak Amerika) memiliki nilai nasionalisme yang tinggi, sebab pengenalan budaya dan sejarah Amerika dimulai sejak dini, dan sangat kreatif.

Tentunya hal ini menjadi stimulus bagi kita dan pemerintah, untuk membumikan museum. Mengkampanyekan kunjungan ke museum dan mengkonsepkan museum agar tidak membosankan. Dengan begitu, anak-anak tunas bangsa Indonesia akan lebih mengenal, menghargai, dan mengapresiasi sejarahnya. Sebab, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya.

Foto by: Farabi Ferdiansyah

21 komentar:

Anonim mengatakan...

tempatnya keren ihhhh jadi pengen kesana :( btw suksesss terus ya ka abiii :3

kholid mengatakan...

keren kang abi.. coba d Indonesia ada beginian yaa. makin ame nih negi kita :D

Anonim mengatakan...

This story reminds me of being your company... This writing does tell something... GOOD JOB, Dude!

Yudistira Kusuma mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Farabi Ferdiansyah mengatakan...

Kholid:
Youve got the poin bro! Kemon kita bumikan museum! Dan kampanyekan museum interactive di Indonesia!

Farabi Ferdiansyah mengatakan...

Zamzami: Thanks, Zamzami!

Winda Karnila mengatakan...

wow museum yang unyu :3 harusnya indonesia terinspirasi nih untuk bangun museum serupa. Ya semoga saja pemerintah mau "melek" soal permuseuman karena mueseum itu kan juag bisa dijadikan sarana untuk pendidikan dan rekreasi.
tulisannya informatif bi sukses selalu !

Yudistira Kusuma mengatakan...

tulisannya ringan dibaca dan menarik! semakin penasaran dengan negeri paman syam! terus berkarya, bi. u are better than u know!

Yon Hemay mengatakan...

Konsep yang sangat kreatif untuk sebuah museum sejarah... Hope Indonesia will get this kind of thing at once... Thanks Bi... :)

Anonim mengatakan...

Bagus ya musiumnya, tapi kalo diterapkan di Indonesia sepertinya sulit. Karena musium seperti ini pasti memerlukan biaya yg besar. Kalopun dilakukan, pasti mahal masuknya. Seandainya pemerintah daerah menyisihkan alokasi anggaran untuk musium" di tiap" propinsi, pasti bisa kayak gitu tuh. Sehingga program Visit propinsi di Indonesia g hanya wisata" alam tp juga wisata sejarah.

Unknown mengatakan...

Ini baru anak muda. Hehehe

Unknown mengatakan...

Ini baru anak muda. Hehehe

Farabi Ferdiansyah mengatakan...

WINDA: Nah itu dy, pengenalah sejarah melalui museum memang sangat minim. Kebanyakan kita belajar sejarah melulu melalui kelas. semoga tulisan ini menginspirasi untuk mengapresiasi museum dan sejarah

Farabi Ferdiansyah mengatakan...

Yudistira: Terima Kasih, atas apresiasi dan semangatnya Yudis. Semoga kelak kita bertemu di tikungan ke tiga negeri paman sam

Farabi Ferdiansyah mengatakan...

Supriyono; Amin, Semoga! Dan tentu akan meningkatkan sisi nasionalisme seseorang :)

Anonim mengatakan...

Kereen baang...
Smangaadhh...
Tularkan jg ya hal positifmu ke Dilla..
Biar juga bisa berkarya...hhee

Anonim mengatakan...

Hehe, sebagai orang yang engga terlalu familiar sama sejarah, apalagi sejarah luar negeri, sebetulnya kalo tadi engga kebetulan lihat program Mankind The Story of All Us, mungkin gue bakal rada-rada bingung sama Civil War.

Jadi kalo hemat gue, ada penjelasan ringkas di awal ttg Civil War-nya sendiri jadi pas mau lanjut ke paragraf selanjutnya udah ada bekal biar engga terombang-ambing mau dibawa kemana #halah. Kalo menurut gue, ini story-nya kepanjangan aja bi, ^^ tapi bingung panjang dimananya untuk sebuah artikel

hhehe

Farabi Ferdiansyah mengatakan...

Dedi Wiyanto: haha thanks om Dedi. sorry kepanjangan, bahkan tulisan segitu banyak, masih belum cukup. Ini pengalaman yang luar biasa di Conner Praire..

Farabi Ferdiansyah mengatakan...

Saya suka komentar ini, dari Anonim, "program Visit propinsi di Indonesia g hanya wisata" alam tp juga wisata sejarah."

Anonim mengatakan...

kereeen bang, beruntung banget lo pernah kesana,hehehe
semoga aja gw jg bisa kesana, amiin

Farabi Ferdiansyah mengatakan...

Udai Dilla: Thanks boi! Salam anak muda :D