Blog Kita dalam Massa

Farabi Ferdiansyah
Pegiat ilmu komunikasi praktis. Tertarik dengan dunia kreatif, sastra, jurnalistik, fotografi dan broadcasting!

Minggu, 18 Oktober 2009

Jangan Salahkan Bunda Mengandung

Oleh : Farabi Ferdiansyah

Banjir merupakan langganan tetap Kota Jakarta. Setiap musim penghujannya masyarakat Jakarta, khususnya daerah yang dilalui Sungai Ciliwung harus bersiap-siap menyambut luapan air Sungai Ciliwung. Sungai Ciliwung adalah sungai yang melintasi Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok dan Jakarta. Fungsi Sungai Ciliwung sangatlah vital untuk menjaga habitat dan ekosistem lingkungan hidup. Apalagi jumlah anak Sungai Ciliwung sangatlah banyak, yakni 62 anak sungai, baik sungai musiman maupun sungai yang ada mata airnya. Anak sungai adalah sungai yang mengalir ke sungai utama.

Saat musim penghujan melanda daerah Puncak, Bogor dan sekitar. Jakarta terkena imbasnya, yaitu meluapnya air dari Sungai Ciliwung yang dapat menyebabkan banjir. Apabila terjadi Banjir masyarakat Jakarta selalu mengaitkannya dengan kiriman air dari Bogor, mereka selalu menganjurkan kepada penjaga bendungan Katulampa Bogor berbaik hati agar tidak mengalirkan air dari waduk Katulampa dalam intensitas yang besar, sehingga Sungai Ciliwung yang berada di Jakarta tidak meluap. Sempit dan dangkalnya sungai Ciliwung di Jakarta membuat sungai tersebut tidak dapat menahan kuota air kiriman dari waduk Katulampa. Masyarakat Jakarta selalu menyerukan dan menyalahkan masyarakat di daerah Bogor dan sekitar agar tidak melakukan illegal logging, mengajurkan penanaman pohon, agar dapat menyerap dan menyimpan air hujan, sehingga Jakarta tidak terkena banjir.

Masyarakat Jakarta tidak menyadari bahwa yang berperan penting dalam menangulangi masalah banjir bukanlah masyarakat Puncak dan sekitar Bogor saja, melainkan kesadaran masyarakat Jakarta sendirilah yang sangat berperan penting dalam mengatasi banjir di Jakarta. Ada akibat pasti ada sebab, mengapa Sungai Ciliwung semakin lama semakin sempit dan dangkal??? Ini karena kurang kesadaran dari masyaraktnya sendiri. Dari membuat rumah di bantaran kali, dan membuang sampah sembarangan sehingga mebuat kapasitas daya tampung air Sungai Ciliwung berkurang, dan mudah meluap kepermukaan.

Lagi-lagi masyarakat Bogor sekitar yang ketiban sialnya, Masyarakat Jakarta sangat gencar menyerukan agar tidak mengubah perkebunan menjadi vila megah nan mewah yang dapat mengurangi resapan dan kandungan air dalam tanah. Padahal kenyataannya, mayoritas pemilik vila mewah tersebut adalah para warga, pejabat dan pengusaha Jakarta. Mereka dengan mudah mengokupasi perkebunan menjadi perumahan atau vila yang mewah dan menjadikannya ladang usaha baginya tanpa melihat kelestarian lingkungan hidup dan penderitaan masyarakat sekitar, yang juga berakibat sampai ke Jakarta. Di sambut di Jakarta dengan banyaknya sampah dan bangunan-bangunan liar di pinggir Sungai Ciliwung Jakarta, itulah yang membuat Ciliwung di Jakarta menjadi dangkal dan sempit, sehingga mudahnya terjadi banjir.

Masyarakat Jakarta dan Bogor harus mempunyai komunikasi yang kuat, agar menjalin kerjasama yang baik, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Seperti halnya tim Kompas melakukan Ekspedisi Ciliwung, untuk mengamati dan melindungi habitat dan ekositem sekitar Sungai Ciliwung. Hal ini akan membuat kesadaran masyarakat dan kerjasama antar daerah yang dilalui oleh Sungai Ciliwung untuk menjaga kelestarian Sungai Ciliwung.

Tidak ada komentar: