Blog Kita dalam Massa

Farabi Ferdiansyah
Pegiat ilmu komunikasi praktis. Tertarik dengan dunia kreatif, sastra, jurnalistik, fotografi dan broadcasting!

Selasa, 23 November 2010

Ridha Allah, adalah Ridha Orangtua


Tepat pukul 13.30, aku meningalkan kampus. Seusai mengisi absen seminar Jurnalistik Infotaiment, aku langsung pulang, karena ada pelatihan Jurnalistik yang diadakan oleh Majalah Muzakki selama 3 hari, di Pusdiklat Departemen Sosial. Aku memacu kendaaraanku begitu cepat, karena acara pelatihannya dimulai pukul 14.00. Waktuku sangat sempit, belum lagi aku harus ke rumah terlebih dahulu, mengambil Kamera DSLR yang akan digunakan pada saat latihan.

Dilema, itulah yang kualami saat itu. Pelatihan dimulai jam 14.00, sedangkan aku harus mengikuti seminar yang diadakan oleh jurusanku, jurnalistik. Kalau aku tidak ikut seminar itu, absensiku sudah bolong berapa kali, karena aku sempat tidak masuk 2 minggu, dikarenakan sakit DBD. Karenanya aku tidak mau bolos kuliah, khawatir, absensiku kelak tidak sampai 75%, yang tentunya akan berdampak buruk bagi pendidikanku. Namun, jika aku tidak bolos, setidaknya mengisi absensi, tentunya aku akan terlambat datang ke lokasi pelatihan Jurnalistik.

Jam 3 tepat, aku sampai di tempat pelatihan, telat 1 jam. Aku pun masuk gedung dan registrasi. Tapi sayang, aku tidak bisa mengikuti pelatihan itu, karena aku telat. Aku mulai bernegosiasi, menjelaskan alasana keterlambatanku, karena urusan kampus. Mba Syifa, panitia penyelenggara berusaha membantuku agar aku dapat mengikuti pelatihan. Namun sayang, sesuai kesepakatan yang telah disepakati, dan telah tertulis di jadwal, “diharapkan ontime, jika terlambat akan gugur!” aku tidak tetap tidak bisa mengikuti pelatihan itu.

Aku mencoba menjelaskan lebih detail lagi, berharap masih ada kesempatan. Namun hasilnya tetap saja nihil. Sangat disayangkan memang, pelatihan Jurnalistik selama 3 hari, gratis, aku lewatkan begitu saja, padahal proses untuk melangkah menjadi pesertanya sangatlah sulit, harus melewati berbagai tahap; membaca Al-Quran, wawancara dan tes menulis. Temanku pun, yang terbilang senior, tidak lolos, dari ratusan pendaftar hanya diambil 30 orang saja, salah satunya aku. Kesempatanku untuk menjadi wartawan di majalah Muzakki pun tertutup, karena saat pelatihan itulah, penyaringan/seleksi akhir untuk menjadi wartawan di majalah tersebut.

Aku pun tidak menyesali kegagalanku itu, karena aku dituntut orangtuaku untuk kuliah yang benar dan cepat lulus, tidak menyuruhku untuk bekerja. Oleh karena itu, kewajiban utamaku adalah di kampus. Aku pun tidak bilang kepada orangtuaku kalau aku mengikuti seleksi menjadi wartawan majalah, aku hanya izin mengikuti pelatihan jurnalistik selama 3 hari. Kalau mereka tahu, mungkin aku tidak diizinkan, karenanya aku diam-diam saja. Bahkan, sehari sebelum pelatihan orang tuaku mengatakan untuk fokus kuliah saja, tidak boleh melamar bekerja saat berstatus mahasiswa.

Ridha Allah, adalah ridha orangtua.

Jika orangtua kita tidak meridhai, niscaya Allah pun tidak meridhai. Mungkin itulah salah satu jawabannya. Aku yakin, kelak akan ada jalan yang terbaik yang akan diberikan Allah kepadaku. Siapa tahu, suatu saat aku langsung diangkat menjadi Pemimpin Redaksi di sebuah media cetak, Amin.

Tulisan ini diajukan untuk mengganti tugas report seminar Jurnalistik, ditujukan kepada Drs. Joni

Tidak ada komentar: